Ia datang kala lingkungan sekitar mulai memberi tekanan dan tuntutan.
Salah satunya tuntutan untuk menjadi dewasa.
Aku, yang belum juga menyentuh angka 25, sudah dihadapkan dengan realita ini.
Awalnya semua biasa saja. Kuliah, lulus, kerja.
Tapi...
Pernahkah melihat foto diri beberapa waktu yang lalu, dan terucap oh how i missed my life, or at least myself -- long before it all started.
Pernahkah menginginkan sesuatu sebegitunya, sampai lupa bahwa diri ini ingin. Lupa bahwa ingin pun ada batasnya.
I don't laugh the same.
I don't act the same.
I don't talk the same.
Waktu -- merubahku menjadi kegagalanku sendiri.
- - -
Aku yang hobinya bercerita, sudah sepatutnya ingin didengar. Bukan, bukan hanya didengar, dimengerti.
Aku yang hobinya bermimpi, tapi saat harap sudah tak lagi ada, rasanya ketika mimpi sudah ditangan kenapa hati tetap hampa.
Aku yang hobinya tertawa, sudah mulai asing dengannya.
Aku yang suka jalan, mulai lupa rasanya ketika wajah diterpa angin dan sinar matahari lembut.
Aku yang memulai dengan semangat, kini kehilangan arah layaknya orang rabun senja.
Andai mengakhiri hidup tidak sesulit ini, sudah kulakukan dari Januari.
-- Opening up to people just feels so pointless. Nothing’s going to change just because someone knows. They can’t help me and then I have to deal with someone abandoning me when I need them and I can’t do that again --
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 thoughts:
Post a Comment